Menggelitik Hujan
Aku yang menengadah dengan perasaan yang melangit siap menerima setiap bintik yang tiba. Semua menikam wajahku tanpa pengampunan. Laksana seorang penggulat yang siap melambungkan pukulannya.
Namun pada nyatanya ini terlalu menyakitkan. Luka yang aku rawat sedari dulu terus menganga, bernanah dan masih tetap membusuk. Ternyata aku tak pandai mengadu.
Dengan paksa ku bawa langkahku menuju singgasana dunia, sebuah kamar berukuran 2x2 yang cukup luas untuk aku berlarian mengejar waktu.
Letih menyapa, memaksa mata menutup jendelanya. Sedikit agak terburu-buru, hingga aku masih berada pada ambang kesadaran.
Hujan telah basah, karna ia telah banyak memberi, pada sebagian hidupku yang digauli kegelisahan.
Samar terdengar hujan menggedor-gedor memaksa diri masuk. Merenggut pada telapak sehelai daun. Aku menerimanya. Membiarkan setiap tetesnya membasahi lantai kamar.
Karna hujan datang membawa sebuah penawaran untuk membasuh luka dan menyembuhkan duka.
Malam ini aku perkenalkan diriku yang baru. Sebagai teman hujan. Sebagai tempat hujan mengadu. Karna sebagian diriku adalah dia. Menggenang di pelupuk mata, meriak di pipi dan bermuara pada kindung kerinduan.
Namun pada nyatanya ini terlalu menyakitkan. Luka yang aku rawat sedari dulu terus menganga, bernanah dan masih tetap membusuk. Ternyata aku tak pandai mengadu.
Dengan paksa ku bawa langkahku menuju singgasana dunia, sebuah kamar berukuran 2x2 yang cukup luas untuk aku berlarian mengejar waktu.
Letih menyapa, memaksa mata menutup jendelanya. Sedikit agak terburu-buru, hingga aku masih berada pada ambang kesadaran.
Hujan telah basah, karna ia telah banyak memberi, pada sebagian hidupku yang digauli kegelisahan.
Samar terdengar hujan menggedor-gedor memaksa diri masuk. Merenggut pada telapak sehelai daun. Aku menerimanya. Membiarkan setiap tetesnya membasahi lantai kamar.
Karna hujan datang membawa sebuah penawaran untuk membasuh luka dan menyembuhkan duka.
Malam ini aku perkenalkan diriku yang baru. Sebagai teman hujan. Sebagai tempat hujan mengadu. Karna sebagian diriku adalah dia. Menggenang di pelupuk mata, meriak di pipi dan bermuara pada kindung kerinduan.
Komentar
Posting Komentar